KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

Tidak Ada Lagi Pembaruan: Sertifikat Halal akan Diterbitkan dengan Masa Berlaku Tidak Terbatas

Pada tahun 2021, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (“PP 39/2021”) yang sampai saat ini masih menjadi acuan dalam rangka pengawasan dan pengaturan produk halal, meliputi sertifikasi, audit, dan pendistribusian produk. Perlu diketahui, Tim Riset dan Analisis Hukum Hukumonline sebelumnya telah merangkum berbagai ketentuan yang tertuang dalam PP 39/2021 dalam edisi Indonesian Legal Brief (“ILB”) berikut ini: “Pemerintah Akhirnya Memperbarui Ketentuan Mengenai Pelaksanaan Penjaminan Produk Halal”.

 

Namun, karena landasan hukum penerbitan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang telah beberapa kali dubah, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, saat ini pemerintah tengah menyelesaikan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah yang nantinya akan mengganti dan memiliki judul yang sama dengan PP 39/2021 (“RPP”).[1]

 

Selain lebih memperjelas berbagai mandat yang harus ditanggung oleh pelaku usaha dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), RPP tersebut secara khusus mengubah masa berlaku sertifikat halal menjadi berlaku tetap seumur hidup dan juga memperluas kemudahan bagi usaha mikro dan kecil. Perlu juga dicatat bahwa apabila RPP ini pada akhirnya diberlakukan, maka pemberlakuan kewajiban bersertifikat halal untuk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan akan berlaku dalam jangka waktu sebagai berikut:[2]

Kategori Usaha Periode Tahapan
Usaha Menengah dan Besar 17 Oktober 2019 – 17 Oktober 2024
Usaha Mikro dan Kecil 17 Oktober 2019 – 17 Oktober 2026
Produk Luar Negeri Akan ditetapkan oleh Menteri Agama paling lambat 17 Oktober 2026 berdasarkan penyelesaian kerja sama saling pengakuan sertifikat halal.

 

Berdasarkan latar belakang di atas, edisi ILB kali ini merangkum ketentuan-ketentuan baru yang ditetapkan dalam RPP tersebut, khususnya yang berkaitan dengan hal-hal berikut:

  1. Kewajiban Pelaku Usaha;
  2. Usaha Mikro dan Kecil: Penyelia dan Pendampingan Halal; dan
  3. Sertifikat: Masa Berlaku, Perubahan, dan Permohonan untuk Produk Luar Negeri.

 

Kewajiban Pelaku Usaha

Dengan tetap mempertahankan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal, RPP ini menambahkan beberapa kewajiban tambahan yang berlaku bagi pihak yang telah memperoleh sertifikasi halal, yaitu:[3]

  1. Wajib mencantumkan label halal pada setiap produk yang telah memperoleh sertfikat halal;
  2. Wajib menjamin kehalalan semua produk yang telah memperoleh sertifikat halal;
  3. Wajib memisahkan semua lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian untuk antara produk halal dan tidak halal;
  4. Wajib memperbarui sertifikat halal apabila terjadi perubahan komposisi bahan dan/atau Proses Produk Halal (“PPH”); dan
  5. Setiap perubahan komposisi bahan dan/atau PPH wajib dilaporkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (“BPJPH”).

 

Untuk membuktikan bahwa kehalalan suatu produk telah terjaga secara konsisten pascasertifikasi, pelaku usaha dapat memperoleh surat keterangan konsistensi kehalalan produk berdasarkan hasil pemeriksaan implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (“SJPH”). Pemeriksaan implementasi SJPH akan dilakukan setiap empat tahun sekali.[4]

 

Usaha Mikro dan Kecil: Penyelia dan Pendampingan Halal

Khusus untuk pelaku usaha mikro dan kecil, RPP ini menetapkan tugas dan tanggung jawab penyelia halal yang ditunjuk, sebagaimana tercantum dalam tabel dalam di bawah ini:[5]

Tugas Tanggung Jawab
Meliputi:

  1. Penetapan tindakan perbaikan dan pencegahan;
  2. Koordinasi terkait PPH; dan
  3. Membantu pendamping PPH dalam proses verifikasi dan validasi.
Meliputi:

  1. Penyelenggaraan SJPH;
  2. Penyiapan bahan dan dokumen PPH untuk verifikasi dan validasi;
  3. Penyampaian bukti dan penyediaan informasi yang benar selama proses verifikasi dan validasi; dan
  4. Penyelenggaraan pembinaan Jaminan Halal (JPH).

 

Secara keseluruhan, pengaturan spesifik yang tercantum di atas menghasilkan lebih sedikit tanggung jawab bagi penyelia halal yang bekerja untuk usaha skala mikro dan kecil dibandingkan dengan penyelia yang bekerja untuk usaha yang lebih besar, yang tanggung jawabnya juga mencakup manajemen risiko dan pelaporan pengawasan proses produk halal.[6]

 

Selain itu, RPP tersebut juga menyebutkan bahwa penyelia halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil dapat berasal dari badan usaha berikut:[7]

  1. Ormas keagamaan Islam;
  2. Pelaku usaha yang bersangkutan sendiri;
  3. Instansi pemerintah;
  4. Badan usaha; atau
  5. Perguruan tinggi.

 

Sejalan dengan kemudahan yang diberikan kepada usaha mikro dan kecil dengan pernyataan halal, kerangka PP 39/2021 juga memberikan pendampingan untuk pendamping PPH. Terkait hal tersebut, RPP tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa pendampingan tersebut harus diselesaikan dalam waktu sepuluh hari sejak pengajuan permohonan sertifikasi halal oleh pelaku usaha.[8]

 

Sertifikat: Masa Berlaku, Perubahan dan Permohonan untuk Produk Luar Negeri

RPP tersebut mengenalkan perubahan besar terkait masa berlaku sertifikat halal, yang, berdasarkan aturan saat ini, tetap berlaku selama empat tahun sejak tanggal diterbitkan oleh BPJPH. Namun, berdasarkan aturan baru, sertifikat halal akan diterbitkan dengan masa berlaku tetap, dengan ketentuan tidak terjadi perubahan komposisi bahan dan/atau PPH produk terkait.[9]  Akibatnya, pembaruan untk sertifikat yang telah diterbitkan tidak lagi diperlukan.

 

Namun, perlu diperhatikan bahwa pelaku usaha yang melakukan perubahan komposisi bahan dan/atau PPH setelah memperoleh sertifikasi halal, wajib memperbarui sertifikasi halalnya. Permohonan perubahan tersebut diajukan kepada BPJPH melalui sistem elektronik terintegrasi dan disertai berbagai dokumen pendukung (cth. dokumentasi perubahan komposisi bahan, bukti kehalalan bahan yang diubah, informasi pengembangan produk, dan sebagainya).[10]

 

Terkait permohonan sertifikasi halal produk luar negeri, dalam RPP tersebut lebih lanjut menetapakan bahwa permohonan sertifikasi halal dapat diajukan melalui importir atau perwakilan resmi di Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:[11]

  1. Tidak terdapat lembaga sertifikasi halal di negara asal yang bersangkutan;
  2. Lembaga sertifikasi halal luar negeri yang telah menjalin kerja sama saling pengakuan dengan BPJPH tidak memiliki kompetensi sertifikasi pada lingkup produk yang bersangkutan;
  3. Tidak terdapat kerja sama saling pengakuan antara lembaga sertifikasi halal luar negeri yang bersangkutan dengan BPJPH; atau
  4. Pelaku usaha mengajukan sertifikasi secara sukarela.

 

Terakhir, penting untuk digarisbawahi bahwa RPP tersebut kini telah menyesuaikan jangka waktu pengajuan permohonan pembaruan sertifikat halal yang diberikan oleh lembaga sertifikasi halal luar negeri yang telah memiliki kerja sama saling pengakuan dengan BPJPH (“Sertifikat Halal Luar Negeri”). Perbandingan antara aturan pembaruan dari kerangka RPP dan PP 39/2021 diuraikan dalam tabel berikut:

Jangka Waktu Pengajuan Kewajiban Permohonan Pembaharuan Sertifikat Halal
RPP[12] PP 39/2021[13]
Setidaknya 60 hari sebelum masa berlaku registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri berakhir. Setidaknya tiga bulan sebelum masa belaku registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri berakhir.

 

Poin Utama

RPP tersebut merupakan perubahan transformatif dalam lanskap sertifikasi halal, yang mencerminkan langkah pemerintah untuk memodernisasi dan menyederhanakan proses sertifikasi sebagai respons terhadap tuntutan industri. Dengan memperpanjang masa berlaku sertifikat halal tanpa batas waktu dan memperluas fasilitasi bagi usaha mikro dan kecil, RPP tersebut mengakui perlunya fleksibilitas regulasi dengan tetap menjaga integritas sistem jaminan halal. Pendekatan berwawasan ke depan ini mencerminkan visi pemerintah yang lebih luas untuk memperkuat integritas produk halal sekaligus mendorong terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan inovasi dalam sektor usaha halal baik di tingkat domestik maupun internasional.

 

 

 

Sumber: hukumonline.com

Analisa Lainnya

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry